pernah diposting di facebookqq..
Aku bertanya pada purnama,
“Mengapa hanya hadir sesaat?
Mengapa tidak setiap malam?
Atau bahkan setiap waktu?
Biar aku bisa tersenyum pada indahmu,”
Lalu kau tersenyum
Dan seolah menjawabku,
“Aku hadir pada waktuku
Itulah keanggunanku
Supaya kau pupuk rindu untukku”
This is Me
- fatati fadillah
- Hi! My name is Fatati Fadillah and you can call me 'ila'. I'm a teacher and so much love about crafting. Blitar is my lovely hometown, visit it to prove it! ^_^
Followers
Facebook Badge
Jumat, 25 November 2011
Ilmu
pernah diposting di facebookqu..
Tak perlu minyak kesturi untuknya
Sebab wanginya melebihi wangi dunia
Ia membawakan cahaya
yang memusnahkan buta
Buta akan hati
buta akan jiwa
Tak perlu minyak kesturi untuknya
Sebab wanginya melebihi wangi dunia
Ia membawakan cahaya
yang memusnahkan buta
Buta akan hati
buta akan jiwa
Aku Putri Tidur?
pernah diposting di facebook aq..
Tidur merupakan anugerah. Tapi bagaimana bila terlalu mudah tidur di mana saja? Hah, itu lagi... tidak tahu bagaimana proses dan asal muasalnya, tapi yang jelas aku mudah sekali untuk tidur –kecuali bila terlalu konsentrasi-. Dan aku menyadari semua ini sewaktu duduk di kelas 6 MI.
Hampir di semua mata pelajaran selalu mengantuk, dan yang lebih parahnya, meski aku berusaha memelekkan mata selebar-lebarnya, tetaplah aku tidak berdaya –lebay-. Bahkan aku telah berusaha melakukan segala cara agar tidak tidur sampai akhir pelajaran –menyiapkan permen, memelototkan mata, menyiapkan air minum di laci meja untuk mengucek mata-, alah! Semuanya tidak berguna. Ditambah lagi, MI-ku memulangkan murid-muridnya jam 3 sore, plus pelajaran tambahan saat kelas 6 hingga pulang jam setengah 5 sore, huff.
Berlanjut hingga ke MTs, di mana tiada hari tanpa tidur di kelas. Suatu hari aku tertidur dengan menopangkan dagu ke tangan dan posisi membelakangi meja guru. Otomatis kepalaku bergoyang-goyang –seperti kebanyakan orang yang mengantuk-. Dari singgasananya, bu Miftah –guru Aqidah Akhlakku di kelas 1- memperingatkan aku supaya aku tidak mengobrol (dengan teman sebangkuku yang posisinya berada di hadapanku).
”Ila, jangan ngobrol sendiri, LKSnya sudah selesai belum?” begitu kata bu Miftah.
Tapi tak ada sahutan dariku, yang ada kepalaku malah tambah bergoyang, dan itu membuat bu Miftah memperingatkan aku lebih dari sekali.
”Ila! Farida –teman sebangkuku-! Jangan ngobrol sendiri!” peringatan selanjutnya dari bu Miftah.
Kelas hening dan semua mata tertuju pada bangkuku, tapi aku belum bangun juga! Dengan dagu tertopang di tangan serta kepala yang bergoyang. Akhirnya Farida angkat bicara.
”Maaf Bu, Ila tidur, kami tidak mengobrol,” lapornya dengan polos.
Kelas langsung ramai dengan tawa sehingga aku terbangun, oh no!! Semua tertawa dengan bola mata tertuju padaku. Huff! Bu Miftah pun tak lepas dari tawanya dan menyuruhku untuk cuci muka.
Hah... aku mengingat lagi ini. Sewaktu kecil aku suka bila diajak bapak jalan-jalan naik motor. Bila diajak naik motor aku selalu meminta duduk di depan bapak –layaknya anak kecil lainnya-. Girang sekali rasanya, mulutku tidak henti mengoceh, tapi tidak berlangsung lama, sebab aku hampir oleng gara-gara tidur. Akhirnya bapak menghentikan sepeda motornya dan menungguku bangun –tanpa membangunkanku-. Setelah aku bangun, dengan wajah tanpa dosa aku bertanya pada bapak,
”Kok berhenti? Ayo jalan Bapak!” kataku merajuk, dan bapak hanya tertawa.
”Kalau bubuk, sampean turun di sini saja ya, Bapak wangsul –pulang-,” jawab bapak dan aku hanya melongo. Itu peringatan bapak supaya aku tidak tidur.
Setelah kejadian itu, bila aku jalan-jalan dengan bapak, maka ibuku tidak lupa membawakan bapak jarit –semacam kain batik panjang untuk menggendong anak kecil-. Supaya bila aku tertidur, bapak bisa mengaitkan tubuhku yang kecil pada tubuhnya dengan jarit itu. Hahaha...
Hmmmh.. meski diperingatkan berkali-kali oleh bapakku bila aku PP –pergi pulang- blitar-malang supaya tidak tertidur, tetap saja aku tertidur. Tidak hanya sekali aku pernah tidur di bahu orang yang tidak kukenal –di bis maupun kereta-, laki-laki ataupun perempuan. Untungnya dari semua orang yang menjadi korban(ngantuk)ku tidak ada yang marah sama sekali –hahaha-. Mereka malah tersenyum (dan semoga itu tulus) saat aku meminta maaf dengan ekspresi malu yang mendalam.
Yah, apa pun yang diberikan Tuhan padaku, (harus) aku syukuri. Aku sempat protes –dahulu-, mengapa aku mudah sekali tertidur? Bagaimana bila saat aku tidur di bis ada yang mencopetku, bagaimana bila aku jatuh dari motor saat dibonceng temanku lalu kecelakaan hanya gara-gara tidur, bagaimana bila aku tertimpa plafon langit-langit hanya karena tidur hingga tidak merasakan gempa, dan lain-lain, dan lain-lain. Tapi pada kenyataannya, semua itu tak pernah terjadi (dan semoga tidak pernah).
Ini sebuah nikmat. Berapa banyak orang yang insomnia. Berapa banyak orang yang harus pergi ke dokter hanya untuk pil kecil perangsang tidur. Berapa banyak orang yang mengeluh karena susah sekali untuk tidur. Dan aku? Aku mudah sekali untuk tidur (bahkan di mana saja).
Biar saja teman-temanku memberi aku begitu banyak julukan –putri tidur, naumi, tidur online, dll-. Aku cukup tersenyum, sebab ini nikmat (bagiku). Hanya saja satu kekuranganku, aku masih belum bisa mengontrolnya!!!
Tidur merupakan anugerah. Tapi bagaimana bila terlalu mudah tidur di mana saja? Hah, itu lagi... tidak tahu bagaimana proses dan asal muasalnya, tapi yang jelas aku mudah sekali untuk tidur –kecuali bila terlalu konsentrasi-. Dan aku menyadari semua ini sewaktu duduk di kelas 6 MI.
Hampir di semua mata pelajaran selalu mengantuk, dan yang lebih parahnya, meski aku berusaha memelekkan mata selebar-lebarnya, tetaplah aku tidak berdaya –lebay-. Bahkan aku telah berusaha melakukan segala cara agar tidak tidur sampai akhir pelajaran –menyiapkan permen, memelototkan mata, menyiapkan air minum di laci meja untuk mengucek mata-, alah! Semuanya tidak berguna. Ditambah lagi, MI-ku memulangkan murid-muridnya jam 3 sore, plus pelajaran tambahan saat kelas 6 hingga pulang jam setengah 5 sore, huff.
Berlanjut hingga ke MTs, di mana tiada hari tanpa tidur di kelas. Suatu hari aku tertidur dengan menopangkan dagu ke tangan dan posisi membelakangi meja guru. Otomatis kepalaku bergoyang-goyang –seperti kebanyakan orang yang mengantuk-. Dari singgasananya, bu Miftah –guru Aqidah Akhlakku di kelas 1- memperingatkan aku supaya aku tidak mengobrol (dengan teman sebangkuku yang posisinya berada di hadapanku).
”Ila, jangan ngobrol sendiri, LKSnya sudah selesai belum?” begitu kata bu Miftah.
Tapi tak ada sahutan dariku, yang ada kepalaku malah tambah bergoyang, dan itu membuat bu Miftah memperingatkan aku lebih dari sekali.
”Ila! Farida –teman sebangkuku-! Jangan ngobrol sendiri!” peringatan selanjutnya dari bu Miftah.
Kelas hening dan semua mata tertuju pada bangkuku, tapi aku belum bangun juga! Dengan dagu tertopang di tangan serta kepala yang bergoyang. Akhirnya Farida angkat bicara.
”Maaf Bu, Ila tidur, kami tidak mengobrol,” lapornya dengan polos.
Kelas langsung ramai dengan tawa sehingga aku terbangun, oh no!! Semua tertawa dengan bola mata tertuju padaku. Huff! Bu Miftah pun tak lepas dari tawanya dan menyuruhku untuk cuci muka.
Hah... aku mengingat lagi ini. Sewaktu kecil aku suka bila diajak bapak jalan-jalan naik motor. Bila diajak naik motor aku selalu meminta duduk di depan bapak –layaknya anak kecil lainnya-. Girang sekali rasanya, mulutku tidak henti mengoceh, tapi tidak berlangsung lama, sebab aku hampir oleng gara-gara tidur. Akhirnya bapak menghentikan sepeda motornya dan menungguku bangun –tanpa membangunkanku-. Setelah aku bangun, dengan wajah tanpa dosa aku bertanya pada bapak,
”Kok berhenti? Ayo jalan Bapak!” kataku merajuk, dan bapak hanya tertawa.
”Kalau bubuk, sampean turun di sini saja ya, Bapak wangsul –pulang-,” jawab bapak dan aku hanya melongo. Itu peringatan bapak supaya aku tidak tidur.
Setelah kejadian itu, bila aku jalan-jalan dengan bapak, maka ibuku tidak lupa membawakan bapak jarit –semacam kain batik panjang untuk menggendong anak kecil-. Supaya bila aku tertidur, bapak bisa mengaitkan tubuhku yang kecil pada tubuhnya dengan jarit itu. Hahaha...
Hmmmh.. meski diperingatkan berkali-kali oleh bapakku bila aku PP –pergi pulang- blitar-malang supaya tidak tertidur, tetap saja aku tertidur. Tidak hanya sekali aku pernah tidur di bahu orang yang tidak kukenal –di bis maupun kereta-, laki-laki ataupun perempuan. Untungnya dari semua orang yang menjadi korban(ngantuk)ku tidak ada yang marah sama sekali –hahaha-. Mereka malah tersenyum (dan semoga itu tulus) saat aku meminta maaf dengan ekspresi malu yang mendalam.
Yah, apa pun yang diberikan Tuhan padaku, (harus) aku syukuri. Aku sempat protes –dahulu-, mengapa aku mudah sekali tertidur? Bagaimana bila saat aku tidur di bis ada yang mencopetku, bagaimana bila aku jatuh dari motor saat dibonceng temanku lalu kecelakaan hanya gara-gara tidur, bagaimana bila aku tertimpa plafon langit-langit hanya karena tidur hingga tidak merasakan gempa, dan lain-lain, dan lain-lain. Tapi pada kenyataannya, semua itu tak pernah terjadi (dan semoga tidak pernah).
Ini sebuah nikmat. Berapa banyak orang yang insomnia. Berapa banyak orang yang harus pergi ke dokter hanya untuk pil kecil perangsang tidur. Berapa banyak orang yang mengeluh karena susah sekali untuk tidur. Dan aku? Aku mudah sekali untuk tidur (bahkan di mana saja).
Biar saja teman-temanku memberi aku begitu banyak julukan –putri tidur, naumi, tidur online, dll-. Aku cukup tersenyum, sebab ini nikmat (bagiku). Hanya saja satu kekuranganku, aku masih belum bisa mengontrolnya!!!
Langganan:
Postingan (Atom)