pernah diposting di facebook aq
Bagaimana bila kau hidup di antara dua pandangan yang berbeda? Aku, keluarga ibuku diwarnai nuansa Muhammadiyah. Keluarga bapakku diwarnai nuansa NU.
Kedua orangtua bapak dan ibuku (kakek-kakekku) memangku masjid –istilah untuk keluarga yang mengurusi masjid-. Bila sholat subuh berjamaah di masjid keluarga bapak, maka di situ ada qunut, dan sebaliknya bila berjamaah sholah subuh di masjid keluarga ibuk.
Pemakaian qunut pada sholat subuh hanya salah satu perbedaan, masih banyak perbedaan lain dalam hal furu’. Namun yang aku kagumi, dua orang dari latar belakang berbeda dapat menjadi satu dan saling melengkapi.
Begitu pun dalam keluargaku. Bapak dan ibu tak pernah memaksakan pemahaman pada anak-anak mereka –mas ulin, mas fuad, dan aku-. Kami diperbolehkan memilih, namun harus memiliki dasar yang jelas –ittiba’-, bukan hanya sekedar ikut-ikutan –taqlid-.
Aku cukup bahagia dengan perbedaan-perbedaan itu. Aku tidak mau (menjadi) fanatik pada salah satu golongan. Apa yang menurutku baik akan aku ikuti, bila tidak, aku hindari –tanpa menyakiti perasaan salah satu pihak-.
Berada di antara dua pandangan yang berbeda membuatku selalu berhati-hati dalam menentukan tindakan dan kata-kata. Aku tak mau menyakiti salah satunya. Aku hanya tinggal beradaptasi dengan perbedaan itu –dan tak perlu ngotot-.
Hanya yang membuatku gemas adalah orang-orang yang memper’tuhan’kan pendapat mereka -menganggap hanya pendapatnya yang benar, dan kelompok lain salah-.
Mengapa perbedaan furu’ saja bisa jadi perselisihan?
Baik NU maupun Muhammadiyah, pasti punya dasar untuk membuat keputusan. Cendekiawan mereka berijtihad, tidak asal-asalan saja. Dan bukankah menerima pendapat yang berbeda akan menstimulus kita untuk lebih berfikir bahwa tidak ada manusia yang sempurna?
Jujur, hatiku terusik saat ada yang memperdebatkan dua pandangan itu. Bila orang NU mempertentangkan Muhammadiyah, hatiku sakit sebab keluargaku di sana. Bila orang Muhammadiyah mempertentangkan NU, hatiku sakit sebab keluargaku ada di sana.
Perbedaan bisa menjadi indah bila kita bisa saling menghormati dan menjaga. Kedua keluargaku –keluarga bapak dan keluarga ibuk- saja bisa. Tidak ada pertentangan dalam perbedaan, sebab adanya kedewasaan dan toleransi yang besar dari keduanya.
Aku berada di antara dua keluarga yang berbeda dalam hal furu’, tapi kami sama dalam beragama. Satu Tuhan, satu Rasul, satu Kitab Suci. Maka aku (merasa lebih suka bila) tak menyebut keluargaku NU atau Muhammadiyah, tapi aku menyebut ’Keluargaku Islam’, dan (terasa) leburlah segala perbedaan.
This is Me
- fatati fadillah
- Hi! My name is Fatati Fadillah and you can call me 'ila'. I'm a teacher and so much love about crafting. Blitar is my lovely hometown, visit it to prove it! ^_^
Followers
Facebook Badge
Sabtu, 16 April 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar